Motor mini Honda Monkey langka saat dipamerkan di Djogjantique Day 2019 di Yogyakarta, 23 Agustus 2019. TEMPO/Pribadi Wicaksono
GOOTO.COM, Yogyakarta - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi motor reguler, pecinta motor mini terus menggeliat di arus bawah.
Di Yogyakarta, komunitas pecinta motor mini terhimpun dalam wadah besar Motor Mini Jogja.
Oleh komunitas itu, motor-motor mini yang dirilis berbagai pabrikan puluhan tahun silam dimodifikasi, direstorasi dan dipelihara dengan baik.
"Orang suka motor mini ini karena ringan tur banter mlayune (tapi kencang larinya), bisa dibawa turing jarak jauh," ujar pentolan yang juga pegiat Motor Mini Jogja, Agung Bentoel saat ditemui Tempo di sela pelaksaan kegiatan motor antik Djogjaantique Day di Stadion Mandala Krida 23 Agustus 2019.
Agung menuturkan bobot motor mini rata rata tak sampai satu kuintal dengan kapasitas mesin bawaan rata rata 50-70 cc itu.
Namun sebagain pemilik mengganti mesin motor mini ini dengan yang berkapasitas lebih besar. Seperti 100 cc.
Agung menuturkan rata rata motor mini yang suratnya lengkap, seri langka dan terawat dibanderol di atas Rp 30 juta ke atas.
Beberapa seri yang terkenal dan cukup langka dari motor mini ini ikut dipamerkan komunitas Motor Mini Jogja saat ajang Djogjantique Day 2019 lalu.
Seperti Honda Monkey Z 50 dan Honda Gorilla. Honda sendiri belum lama ini merilis Honda Monkey yang sudah berteknologi injeksi yang harganya sekitar Rp 65 juta.
Namun yang dibawa komunitas Motor Mini Jogja dalam ajang itu adalah seri Honda Monkey rilisan tahun 1980 yang bisa dibilang langka.
Motor milik klien Agung itu baru saja selesai direstorasi dan membuatnya tampak baru keluar dari dealer. Tangki hingga knalpotnya masih sangat mulus dengan berbagai kelengkapan komponen orisinil impor.
"Katanya yang punya (Honda Monkey) ini mau ditukar mobil tapi tidak dilepas, hehe," ujar Agung terkekeh.
Honda Monkey 1980 itu, ujar Agung, termasuk deretan seri langka motor mini 50 cc rilisan Honda. Sejarahnya di masa silam ada pembalap bernama Freddy Spencer membangun sebuah motor mini dan berhasil menjuarai perlombaan balap. Desain motor itu kemudian dibeli Honda dan lahirlah Honda Monkey tersebut dengan edisi terbatas.
"Saat itu seri Honda Monkey ini hanya diproduksi 2.500 unit yang didistribusikan ke suluruh dunia, ini salah satunya di Indonesia dan masih orisinil semuanya," ujarnya.
Agung merestorasi motor Honda Monkey 1980 itu dengan melakukan beberapa penggantian dan telah menelan anggaran lebih dari Rp 10 juta.
Sejumlah part orisinil pun didatangkan langsung dari pabrikannya di luar negeri.
"Karena mintanya part yang orisinil kan harus impor dulu, kalau impor nggak ada SNI nya pun juga nggak bisa masuk Indonesia, jadi harganya mahal. Seperti pernak perniknya mulai handle-handle nya, ban, tangki, lampu," ujarnya.
Selain Honda Monkey itu, Agung juga baru saja selesai merestorasi pesanan sebuah unit motor tua Honda Super Cup yang ukurannya dibonsai menjadi bentuk motor mini.
Seluruh bagian bodi motor yang dikenal juga dengan sebutan pitung itu dipangkas agar dimensinya seperti motor mini dengan roda memakai di bawah ukuran ring 14.
"Namanya jadi Little Cup, mesinnya pakai Astrea 800," ujar Agung.
Susahnya membonsai motor itu, ujar Agung lebih mengukur jarak mesin ke tanah atau ground clearance nya agar proporsional dan tak nyangkut saat dipakai melewati polisi tidur.
"Jadi tak bisa asal mendekin motor jadi kecil," ujar Agung yang menyebut biaya bonsai itu lebih dari Rp 20 juta.