Dwi Budhi Martono yang akrab disapa Totok, 56 tahun, mengemudikan mobil Esemka Bima Prototipe. Mobil prototipe itu hanya ada dua, satu lagi dimiliki oleh seorang guru SMK di Riau. 10 September 2019. TEMPO/Dinda Leo Listy
GOOTO.COM, Jakarta - guru teknik otomotif SMK Negeri 2 Surakarta yang dikenal sebagai salah satu inisiator mobil Esemka, Dwi Budhi Martono, gerah mendengar berbagai komentar menyudutkan terhadap mobil Esemka Bima yang baru diluncurkan PT Solo Manufaktur Kreasi (Esemka) pada Jumat pekan lalu.
"Mitsubishi merintis industri jip menggunakan Willis (merek legendaris dari AS) pada 1942. India merintis Tata menggandeng Fiat (produsen mobil Italia). Malaysia merintis Proton menggunakan Mitsubishi. Dan tidak ada masyarakat mereka yang berkomentar negatif karena mereka memiliki NASIONALISME," tulis Totok, panggilan akrab Dwi Budhi Martono, dalam suatu grup WhatsApp yang dia ikuti.
Seperti diketahui, mobil pikap Esemka Bima yang baru diluncurkan bersamaan dengan peresmian pabrik PT Esemka di Boyolali oleh Presiden Joko Widodo itu disebut-sebut mirip dengan Changan MD021, mobil dari Cina.
Totok mengatakan, terlalu berat bagi sebuah industri otomotif yang baru dirintis untuk membuat seluruh komponennya secara mandiri. "Satu mobil itu terdiri dari 2.700 komponen lebih. Kita tahu, komponen mobil itu akan sangat mahal jika diproduksi dalam jumlah kecil. Sedangkan untuk memproduksi dalam jumlah banyak, menjualnya juga tidak mudah," kata lelaki 56 tahun itu.
Maka itu, Totok berujar, di dalam industri otomotif selalu memiliki mitra industri besar yang menyediakan komponen-komponen tersebut. "Seharusnya Esemka lahir di era Soekarno, era di mana orang-orang Indonesia berhati merah putih," ujar Totok tak kalah nyinyir.
Totok menambahkan, Indonesia menggandeng industri otomotif Cina karena banyak merek yang ada di Indonesia dibuat di Cina. Dia mempersilakan siapa saja yang selalu berkomentar nyinyir terhadap Esemka untuk mengakses www.chinaautoweb.com. "Silakan lihat sendiri, ada Acura, Audi, bahkan BMW yang dibuat di Cina. Kalau seluruh komponen harus dibuat sendiri, 50 tahun pun belum terwujud," kata Totok.