Pengemudi ojek online (ojol) mengangkut penumpang sebelum berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kawasan Pondok Indah, Jakarta, Kamis, 9 April 2020. TEMPO/Nurdiansah
GOOTO.COM, Jakarta - Perhatian Pemerintah dan BUMN terhadap ojek online (ojol) dinilai berlebihan. Padahal UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ojek online bukan termasuk angkutan umum.
"Profesi pengemudi ojek online (ojol) bukanlah satu-satunya profesi pengemudi angkutan umum yang mengalami penurunan pendapatan di masa pandemi COVID-19. Tapi perhatian pemerintah dan BUMN cukup berlebihan," ujar Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno, dalam keterangan persnya, Rabu, 15 April 2020.
Idealnya kata Djoko, pemerintah dan BUMN dapat bertindak adil terhadap seluruh profesi pengemudi angkutan umum. Sebab, di tengah pandemi covid-19 ini nyaris semua sendi kehidupan tak terkecuali bidang ekonomi terkena imbasnya.
Seperti diberitakan sebelummya, PT Pertamina mengeluarkan kebijakan istimewa untuk ojek online. Kebijakan itu berupa pemberian cash back sebesar 50 persen untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.
"BUMN harusnya berlaku adil, tidak memihak hanya kepada kelompok tertentu. Itu berpotensi menimbulkan kecemburuan pada pengusaha jasa angkutan lainnya," ujarnya.
Sektor jasa transportasi lainnya sepertiangkutan kota (angkot), taksi, bus-bus angkutan antar kota dalam Provinsi (AKDP) maupun angkutan antar kota antar Provinsi (AKAP). Tak ketinggalan bus pariwisata, angkutan antar jemput antar provinsi (AJAP), bajaj, becak motor, bentor, ojek pangkalan, dan para pelaku usaha jasa angkutan barang/logistik.
Jka ditarik ke belakang, kata Djoko, di balik operasional ojek daring ada perusahaan aplikasi yang sudah menyandang status sebagai perusahaan startup unicorn dengan value triliunan rupiah. Di Indonesia sendiri terdapat empat perusahaan startup unicorn.
Misalnya Gojek dengan valuasi sebesar US$ 9,5 miliar, Tokopedia sebesar US$ 7 miliar, Traveloka sebesar US$ 4,1 miliar, dan Bukalapak sebesar US$ 1 miliar. Akan tetapi, kata Djoko, mengapa para pengemudi ojol yang konon adalah "mitra" kurang diperhatikan oleh pemilik aplikator. Anehnya justru pemerintah yang kemudian memberikan hak istimewa kepada mereka.
Menurut data dari Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, terdapat 3.650 perusahaan bus/angkutan pada tahun 2019. Jumlah perusahaan bus/angkutan itu merupakan gabungan dari 6 jenis layanan, yaitu bus antar kota antar provinsi (AKAP); mobil antar jemput antar propinsi (AJAP); bus pariwisata; angkutan sewa; angkutan alat berat; dan angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3).
Itu belum termasuk bus-bus angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan pedesaan (angkudes), angkutan perkotaan (angkot), bajaj, becak, becak motor, becak nempel motor (bentor) yang datanya ada di Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten maupun Kota.
"Perhatian apa yang sudah diberikan oleh pemerintah maupun BUMN terhadap angkutan umum itu," ujarnya.