Sebuah mobil truk saat menjalani pemeriksaan terkait over dimension over load (ODOL) di Gerbang Tol Tanjung Priok 1, Jakarta Utara, Senin, 9 Maret 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
GOOTO.COM, Jakarta - Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan bahwa pemerintah perlu mengoptimalkan penggunaan kereta api untuk pengiriman barang, guna mengurangi beroperasinya truk ODOL (over dimension over load).
Untuk itu, pemerintah diminta untuk mengaktifkan kembali semua akses jalan ke rel pelabuhan seperti sedia kala, ketika pemerintah Hindia Belanda sudah membangun jalan rel hingga dermaga pelabuhan. Menurut Djoko, saat ini hanya satu pelabuhan yang masih ada jaringan rel hingga dermaga, yaitu di Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap.
"Banyak akses jalan rel ke pelabuhan yang dimatikan. Akhirnya, ketika barang sampai ke pelabuhan melalui jalan rel menjadi tidak efektif, karena masih dipindahkan ke truk yang selanjutnya dinaikkan ke kapal. Bisnis angkutan truk di pelabuhan seperti ini juga turut memahalkan tarif angkutan barang dan harus segera dihilangkan," kata Djoko dalam keterangan resmi yang diterima Gooto pada hari ini, Selasa, 19 November 2024.
Ada sejumlah pelabuhan sejak jaman Pemerintah Hindia Belanda, yang sudah terhubung dengan jalur kereta api, antara lain Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Teluk Bayur (Padang), Pelabuhan Panjang (Lampung), Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Pelabuhan Cirebon, Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang), Pelabuhan Juwana (Pati), dan Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya). Khusus Pelabuhan Tanjung Perak sebenarnya jalur kereta apinya sudah diperbaiki hingga dermaga, namun masih minim atau sepi peminat karena tarif angkut masih mahal.
"Justru di era pemerintah Indonesia, banyak akses jalan rel ke pelabuhan dimatikan, dan sekarang untuk mengaktifkan kembali membutuhkan anggaran cukup besar dan memunculkan masalah sosial. Beberapa jalan rel akses ke pelabuhan dihuni pemukiman penduduk dan sulit untuk dibebaskan," ujar Djoko.
Sebelumnya, Djoko mengungkapkan bahwa pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) perlu mengoptimalkan angkutan kereta api untuk pengiriman barang.
"Kementerian Perhubungan jangan fokus di jalan raya. Terlebih jalan raya masih rawan pungutan liar (pungli) dan cawe-cawe oknum aparat penegak hukum di jembatan timbang," ujarnya.
Pada tahun 2019, peran moda transportasi angkutan barang masih didominasi angkutan jalan dengan 16,07 miliar ton per tahun atau 87,57 persen. Kemudian, dilanjutkan dengan angkutan udara 0,52 juta ton per tahun atau 0,003 persen), angkutan laut 2,23 miliar ton per tahun (12,16 persen), angkutan SDP 0,56 juta ton per tahun (0,003 persen), dan angkutan kereta api 47,6 juta ton per tahun (0,26 persen).
"Menurut Rondrigue dan Comtois (2006), biaya transportasi menggunakan moda jalan raya akan efektif 500 km. Lebih dari itu, truk barang akan membawa muatan lebih," ucap Djoko.
"Lihat saja setiap truk yang membawa muatan dari Jawa Timur ke Jakarta, Jawa Barat dan Banten atau sebaliknya, rata-rata membawa muatan lebih karena jaraknya sudah lebih dari 500 km. Jalan Pantura dalam setahun, sekitar satu bulan mengalami perbaikan dan alami kemacetan panjang, perbaikan jalan secara bergantian antara Rembang-Semarang. Jelas sangat mengganggu kelancaran mobilitas orang dan barang," katanya menambahkan.
Pilihan Editor: Hasil MotoGP Barcelona 2024: Jorge Martin Kunci Gelar Juara Dunia
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram pilih grup GoOto