Ilustrasi pameran otomotif.
GOOTO.COM, Jakarta - Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menilai akan ada efek domino di industri otomotif akibat kebijakan PPN 12 persen dan UMP 6,5 persen di tahun depan. Kondisi ini akan membuat pasar otomotif makin lesu dan pabrikan otomotif dibayangi kebangkrutan.
"Ini akan memicu domino effect melalui serangkaian dampak negatif yang saling terkait, mulai dari peningkatan biaya per unit produksi, berlanjut ke penurunan produksi yang sering kali diikuti dengan pengurangan tenaga kerja sebagai upaya perusahaan untuk menekan biaya operasional," kata Yannes saat dihubungi Gooto hari ini, Rabu, 4 Desember 2024.
"Lalu berlanjut ke potensi PHK massal, dan kondisi keuangan yang memburuk dapat membuat produsen otomotif menunda atau membatalkan rencana investasi, termasuk pengembangan model baru atau peningkatan fasilitas produksi," tambah dia.
Selain menghambat inovasi dan kemampuan bersaing di pasar global, efek domino yang ditimbulkan dari kedua kebijakan itu juga bisa menyebabkan arus kas negatif bagi perusahaan. Potensi utang pun akan semakin meningkat untuk menutup semua biaya yang dikeluarkan.
"Pada akhirnya mengarah pada kebangkrutan jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya. Potensi kebangkrutan yang semakin di depan mata pada gilirannya dapat mengganggu produsen dan rantai pasok secara keseluruhan," ujar Yannes.
Untuk mengantisipasi dampak menyeluruh dari penerapan PPN 12 persen dan UMP 6,5 persen, Yannes memiliki beberapa saran. Untuk pemerintah, Yannes menilai pemerintah perlu meningkatkan belanja masyrakat dengan menjaga agar industri otomotif dapat terus berproduksi dalam skala optimalnya melalui relaksasi berbagai pajak.
"Maukah pemerintah? Sambil terus mendorong pabrikan untuk meningkatkan penggunaan komponen lokal guna mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan efisiensi biaya produksi," ucapnya.
Sedangkan bagi pabrikan otomotif, Yannes menyarankan optimalisasi biaya produksi dan operasional, termasuk memanfaatkan sumber daya lokal untuk bahan baku dan tenaga kerja. Tujuannya, menekan harga produk dan harus segera mengembangkan dan menawarkan berbagai produk untuk menjangkau segmen masyarakat menengah yang tersisa secara lebih luas.
"Sehingga risiko penurunan penjualan dapat diminimalkan. Intinya, jangan sampai perputaran ekonomi yang saling kait-mengait ini rusak salah satu mata rantainya, agar tidak berdampak kolateral pada komponen lainnya," ujar Yannes menjelaskan.
Pilihan Editor: Pertamina Pastikan BBM Pertamax Tidak Merusak Mesin Kendaraan
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram pilih grup GoOto