Opsen Pajak Tahun Depan Bisa Bikin Pasar Motor Anjlok hingga 20 Persen
Reporter: Dicky Kurniawan
Editor: Rafif Rahedian
Sabtu, 14 Desember 2024 12:00 WIB
Anggota Satlantas Polresta Samarinda menuntun sepeda motor milik pengendara yang terjaring razia penertiban pajak kendaraan bermotor di Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat, 18 Oktober 2024. Penertiban yang digelar oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pelayanan Pajak Retribusi Daerah (UPTD PPRD) Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Kaltim bersama Satlantas Polresta Samarinda, Jasa Raharja hingga Polisi Militer TNI AD itu bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam membayar pajak sekaligus mendongkrak pendapatan daerah. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Iklan
Iklan

GOOTO.COM, Jakarta - Pemerintah telah mencanangkan pemberlakuan opsen atau pungutan tambahan pajak bagi kendaraan bermotor mulai Januari 2025. Kebijakan baru itu dinilai akan berdampak cukup signifikan bagi industri otomotif, baik roda dua maupun roda empat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Sigit Kumala mengatakan bahwa tingkat penurunan terhadap pasar motor imbas opsen pajak ini bisa mencapai 20 persen. Hal tersebut dipicu karena naiknya harga motor akibat pemberlakuan opsen atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang besarnya mencapai 66 persen.

Berdasarkan simulasi penghitungan oleh AISI, akan timbul kenaikan harga motor baru sekitar Rp 800 ribu sampai Rp 2 juta, bergantung dari jenis motor barunya. Kenaikan ini setara dengan kenaikan harga on the road motor sebesar 5 persen sampai 7 persen, atau dua hingga tiga kali lebih besar dari inflasi.

"Konsumen motor sangat sensitif terhadap kenaikan harga. Opsen pajak bisa menaikkan harga motor di segmen entry level lebih dari Rp 800 ribu, dan segmen mid-high bisa naik hingga Rp 2 juta," kata Sigit dalam keterangan resmi yang diterima Gooto pada hari ini, Sabtu, 14 Desember 2024.

"Inilah yang akan menekan permintaan, padahal motor ini alat transportasi produktif yang paling dibutuhkan masyarakat di tengah daya beli yang sedang melemah," ucapnya menambahkan.

AISI sendiri masih mencatatkan pertumbuhan penjualan motor meskipun bertumbuh tipis. Periode Januari hingga November 2024, angka penjualan motor tercatat sebanyak 5,9 juta unit atau naik 2,06 persen dari periode yang sama di tahun lalu.

Di tahun depan, AISI semula optimistis bisa menargetkan penjualan motor sebanyak 6,4 juta unit hingga 6,7 juta unit. "Namun karena faktor opsen pajak ini, kami khawatir pasar justru akan tertekan hingga 20 persen tahun depan," ujar Sigit.

Kondisi tersebut menimbulkan efek berkelanjutan, khususnya terhadap penurunan permintaan dari pasar. Kondisi ini akan memaksa produsen motor memangkas produksinya hingga berdampak pada permintaan ke industri suku cadang yang berada di rantai bisnisnya.

Jika dampaknya sangat besar, tidak menutup kemungkinan terjadi PHK di industri ini. Kondisi ini juga akan berdampak lagi dari sisi penjualan, purna jual, bahkan hingga ke industri pembiayaan serta asuransi.

Kondisi pasar yang memberatkan konsumen dan pelaku industri juga berpotensi menaikkan daya saing industri di kancah ekonomi global, terutama di kawasan ASEAN. Negara tetangga justru mempertahankan kebijakan pengurangan PPN dari 10 persen menjadi 8 persen hingga Juni 2025, sementara Indonesia malah menaikkan PPN menjadi 12 persen, ditambah juga dengan opsen pajak.

"Jika ini semua diberlakukan dan dipertahankan dalam jangka panjang, kami khawatir daya saing industri kita melemah. Ini kurang positif untuk iklim investasi," kata Sigit memungkasi.

Pilihan Editor: Neta V Dapat Skor 0 dalam Hasil Tes Uji Tabrak ASEAN NCAP

Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram pilih grup GoOto

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi