Ferrari F80 terbaru saat diperkenalkan, 16 Oktober 2024. Diketahui Ferrari F80 diusung dengan mesin berteknologi hybrid dari F1 dan 499P LeMans 24 Jam yang mampu mengeluarkan tenaga hingga 1200 hp. FERRARI/Handout via REUTERS
GOOTO.COM, Jakarta - CEO Prestige Image Motorcars Rudy Salim menanggapi soal kenaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di tahun depan. Bagi Prestige yang kerap mendatangkan mobil mewah ke pasar Indonesia, Rudy mengatakan kenaikan PPN ini menjadi pukulan bagi segmen mobil mewah.
"Memang otomotif, apalagi kendaraan premium atau luxury car itu sudah pasti jadi korban paling pertama. Karena memang (konsumen segmen luxury) adalah masyarakat yang paling tidak rewel jika dikenakan kenaikan pajak," kata Rudy saat ditemui di Kawasan PIK 2 pada hari ini, Selasa, 17 Desember 2024.
Rudy menuturkan, saat ini segmen mobil mewah sudah dikenakan pajak yang terbilang tinggi. Dengan naiknya PPN menjadi 12 persen, harga jual dari mobil mewah ini akan makin mahal.
"Kalau di segmen premium sendiri, itu pajak yang dikenakan adalah PIP 50 persen, PPN yang sekarang 11 persen, PPnBM 125 persen, dan PPN dari PPnBM 11 persen. Jika PPN naik jadi 12 persen, maka akan ada kenaikan di seluruh pajak itu sekitar 2,2 persen," ujar Rudy menjelaskan.
"Misalnya ada satu mobil Ferrari yang harganya Rp 5 miliar, maka pajaknya saja itu Rp 12,5 miliar, itu pajaknya saja di luar mobilnya. Jika Rp 12,5 miliar ditambah 5 miliar, itu 17,5 miliar, itu hanya modal dari mobil," ucapnya menjelaskan.
Lebih lanjut, Rudy menuturkan bahwa dalam sebuah bisnis yang sempurna, perusahaan mencari keuntungan sebesar 8 persen dan itu pun sudah dipotong cost of fund 3 sampai 4 persen.
"Mungkin harga mobil Rp 17,5 miliar itu harus dijual Rp 18,5 miliar di Indonesia. Artinya, mobil yang di luar negeri harganya hanya Rp 5 miliar, di Indonesia menjadi Rp 18,5 miliar," kata dia.
Ketakutan dari harga yang tinggi ini berpotensi membuat masyarakat Indonesia lebih memilih untuk membeli mobil di luar negeri, sebab harganya yang lebih murah dibandingkan di Indonesia.
"Mungkin mereka jadinya beli Australia, di Amerika dan negara-negara lain, karena ternyata beli mobil di Australia, di Amerika, di Malaysia juga masih bisa, dapat satu Ferrari juga bisa dapat satu rumah, dan fasilitas uang isi bensin selama dua tahun atau lebih," ujarnya.
"Yang dikhawatirkan adalah orang Indonesia tidak dapat menikmati hasil kerja kerasnya di Indonesia. Mungkin itu yang harus dihitung ulang, apakah implikasinya bisa menimbulkan defisit di Indonesia, karena orang Indonesia jadi spendinya di luar negeri. Jadi tambahan dari saya supaya para pengusaha dan orang-orang di Indonesia bisa menikmati uang di dalam negeri saja," kata Rudy memungkasi.
Pilihan Editor: Neta V Dapat Skor 0 dalam Hasil Tes Uji Tabrak ASEAN NCAP
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram pilih grup GoOto