![](https://statik.tempo.co/data/2024/11/01/id_1349806/1349806_720.jpg)
Kondisi truk kontainer yang mengalami kecelakaan di Kota Tangerang, Kamis, 31 Oktober 2024. ANTARA/HO-Istimewa
GOOTO.COM, Jakarta - Kecelakaan beruntun terjadi di Gerbang Tol Ciawi pada Selasa, 4 Februari 2025. Belakangan diketahui kecelakaan maut ini disebabkan truk pengangkut galon yang mengalami rem blong hingga menabrak sejumlah kendaraan di pintu masuk Tol Ciawi 2 arah Jakarta.
Dalam insiden tersebut, kepolisian mengonfirmasi ada delapan orang meninggal dunia dan 11 orang lainnya mengalami luka-luka. Kemudian, sebanyak enam unit kendaraan mengalami kerusakan dan tiga di antaranya terbakar hingga ringsek.
Kecelakaan maut di Ciawi ini menambah deretan peristiwa nahas yang disebabkan truk tidak laik jalan. Misalnya, yang terjadi di Tol Cipularang KM 97+200 pada Januari lalu, yang disebabkan truk tidak kuat menanjak.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan bahwa truk menjadi penyebab terbanyak kedua kecelakaan lalu lintas. Rendahnya kompetensi pengemudi dan kondisi kendaraan yang kurang terawat disinyalir menjadi penyebabnya, termasuk pengawasan pemerintah terhadap operasional angkutan barang yang belum maksimal.
"Sudah saatnya pemerintah bertindak cerdas dan terencana, tidak hanya bertindak secara reaktif dengan berteriak ketika ada masalah, lupa saat masalah lewat, lalu kembali teriak saat muncul masalah lagi. Pemerintah harus bertanggung jawab," kata Djoko dalam keterangan resminya, dikutip dari Tempo.co pada hari ini, Kamis, 6 Februari 2025.
Dia menilai, kecelakaan truk ini terus terjadi karena tidak ada upaya penanganan dari pemerintah. Djoko menuturkan bahwa kecelakaan ini terjadi karena masalah manajemen pengelolaan angkutan logistik di Indonesia.
"Selama tidak ditangani sungguh-sungguh, kecelakaan serupa akan terus terjadi. Tinggal kapan dan di lokasi tol mana terjadi," ucapnya.
Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo mengatakan bahwa masalah kendaraan over dimension over load (ODOL) alias kendaraan bermuatan berlebih sebagai persoalan kompleks. Masalah ini, menurut dia, bukan hanya menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan, tetapi mencakup institusi lain di sektor ekonomi.
"ODOL ini suatu permasalahan yang dilematis," kata Dody saat meninjau Gerbang Tol (GT) Ciawi 2 pada Rabu, 5 Februari 2025.
Dody juga menuturkan bahwa tidak mudah untuk melarang operasional kendaraan ODOL. Sebab, jika ODOL dilarang, ini akan berdampak pada terjadinya inflasi atau kenaikan biaya logistik. Tetapi, jika dibiarkan, ODOL ini bisa menimbulkan masalah kerusakan jalan dan kecelakaan lalu lintas.
"Dari segi kerusakan jalan misalnya, biaya preservasi yang dianggarkan setahun sebanyak lima kali, tetapi karena ODOL jadi ada penambahan biaya. Begitupun dengan jalan nasional, kami mengalami hal yang sama," ujar Dody.
Dody mengklaim pemerintah tengah berupaya mencari titik keseimbangan agar ODOL bisa ditertibkan tapi dampaknya tidak signifikan. "Kami harapkan, ODOL berkurang tetapi biaya-biaya tidak perlu naik tinggi, inflasi terjadi, dan biaya preservasi jalan juga tidak mengalami kenaikkan," katanya.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Elba Damhuri mengatakan sudah ada payung hukum yang mengatur perkara kendaraan ODOL. Regulasi itu adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Selain itu, tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. Semua beleid tersebut mengatur tentang batasan muatan dan dimensi kendaraan.
Aturan soal ODOL ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan. Selanjutnya, tercantum di Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2019 tentang Penetapan Tata Cara Penetapan Jenis dan Fungsi kendaraan.
"Kementerian Perhubungan memiliki Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) yang melaksanakan tugas pengawasan muatan barang, untuk mengimplementasikan aturan tersebut," kata Elba.
Elba mengklaim, dari hasil pengawasan itu, Kementerian Perhubungan berhasil menurunkan pelanggaran kendaraan barang sebesar 24,93 persen. Sepanjang 2017 hingga 2024, pelanggaran tertinggi terdapat pelanggaran daya angkut, yakni mencapai 57,55 persen.
DICKY KURNIAWAN | RIRI RAHAYU | TEMPO.CO
Pilihan Editor: Toyota GR Corolla Mengalami Evolusi Signifikan
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram pilih grup GoOto