Premium Murah, Tapi Mesin Cepat Kotor
Reporter: Tempo.co
Editor: Tempo.co
Rabu, 15 Desember 2010 11:29 WIB
sxc.hu
Iklan
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang biasa dikenal dengan premium oleh kendaraan bermotor tertentu telah menimbulkan beragam tanggapan, baik pro maupun kontra. Ungkapan penolakan begitu gencar disuarakan. Namun, kebijakan yang sedianya diberlakukan mulai Januari 2011 itu ditunda. Hanya, akankah hal itu menyelesaikan persoalan?
Bagi Hendra Budianta, seorang praktisi modifikasi mesin yang tinggal di Serpong Banten, hal yang paling penting adalah melakukan kampanye pemahaman tentang keunggulan dan kekurangan masing-masing bahan bakar. “Bagi para pemilik kendaraan, satu hal yang harus dimengerti adalah spefisikasi mesin kendaraan mereka, terutama tingkat kompresi mesin dan bahan bakar yang sesuai dengan mesin itu,” papar Hendra, Rabu (15/12).
Menurut dia, satu rumusan pasti di teknologi otomotif adalah, mesin yang memiliki tingkat kompresi tinggi bila dipaksa mengonsumsi bahan bakar beroktan rendah akan menimbulkan kerugian. Selain tidak akan bertenaga, mesin berisiko rusak. “Pasalnya, bahan bakar beroktan rendah tidak mudah terbakar sehingga tekanan piston untuk menggerakkan engkol mesin juga rendah. Akibatnya tenaga loyo,” tutur Hendra Budianta, modifikator mesin DSCarz, Serpong, Banten, Senin (6/11).
Bahkan, pada kondisi ekstrem penggunaan bahan bakar beroktan rendah dapat menimbulkan ledakan prematur. Bila hal itu terjadi terus menerus dan dalam waktu lama, maka kepala piston bisa jebol.
Menurut Hendra, sebagian besar mobil yang diproduksi 1990 dirancang untuk mengkonsumsi bahan bakar dengan tingkat Research Octane Number (RON) atau Oktan di atas 90. Mobil keluaran tahun-tahun setelah 1990-an telah menggunakan teknologi setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converters.
“Tetapi masih ada juga mobil yang dirancang untuk mengkonsumsi bahan bakar dengan oktan 88. Biasanya kendaraan untuk niaga,” terang dia. Produsen mobil merancang mobil dengan mesin yang memiliki rasio kompresi 7 : 1 hingga 9 : 1 cukup mengkonsumsi bahan bakar beroktan 88.
Mesin dengan rasio kompresi 9,1 : 1 sampai dengan 10 : 1 wajib mengkonsumsi bahan bakar beroktan 92. Bila rasio kompresi 10:1 atau lebih, harus mengkonsumsi bahan bakar minimal beroktan 95.
Di Indonesia oktan di atas angka itu ada dua, yaitu 92 dan 95 yaitu Pertamax dan Pertamax Plus. Sedangkan bahan bakar beroktan 88 adalah Premium.
Lantas apa keuntungan dan kekurangan masing-masing. Berikut ini penjelasan Hendra
1. Premium
Selain cocok untuk mobil yang bermesin dengan kompresi rendah, ketersediaan bahan bakar ini juga cukup melimpah. Di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) pasti tersedia Premium. Harganya pun paling murah dibanding Pertamax dan Pertamax Plus.
Namun, kekurangannya kurang cocok untuk mesin yang mensyaratkan bahan bakar oktan tinggi. Pada kondisi dingin mesin sulit untuk segera aktif.
Bahan bakar ini juga memiliki kandungan timbal yang cukup tinggi, dalam proses pembakaran di mesin sisa kandungan timbal akan menjadi kerak atau mesin menjadi lebih cepat kotor. Bila dipaksakan maka injektor bahan bakar, karburator, inlet valve atau ruang bakar kotor, pada akhirnya rusak. Tingkat polutan yang dihasilkan juga tinggi.
2. Pertamax
Bahan bakar ini ditujukan untuk kendaraan yang mensyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal. Selain tidak dicampur timbale dan bahan metal lainnya, Pertamax juga ditambahi zat aditif yang bersifat sifat detergency.
Zat itu berfungsi untuk membersihkan injector bahan bakar atau karburator serta inlet valve, sehingga ruang bakar tetap bersih. Selain itu, dengan tingkat oktan yang tinggi proses pembakaran lebih sempurna sehingga kinerja mesin menjadi meningkat dan busi tidak cepat ganti. Karena kandungan timbal dan bahan metal lainnya tidak ada atau relatif sangat kecil, maka polutan yang dihasilkan juga kecil.
Sejatinya, kata Hendra, secara ekonomis penggunaan bahan bakar Pertamax tidak boros. Pasalnya, dengan proses pembakaran yang lebih sempurna maka jumlah bahan bakar yang dibutuhkan juga relatif lebih sedikit. “Tetapi boros tidaknya konsumsi bahan bakar dalam prakteknya tergantung cara mengemudi dan jalanan yang dilalui,” terang dia. Namun, harga bahan bakar ini lebih mahal ketimbang premium. Bahkan di beberapa SPBU bahan bakar ini (sampai detik ini) belum disediakan.
Penggunaan bahan bakar ini juga menyebabkan mesin cepat panas. Unsur-unsur yang dikandungnya juga bersifat lebih keras sehingga, cat akan mengelupas bila terkena bahan bakar ini.
Selain itu, bagi kendaraan bermotor yang bermesin sesuai dengan bahan bakar beroktan 88, menggunakan Pertamax tidak akan mendongkrak daya mesin. Misalnya dari 70 daya kuda menjadi 72 atau 75 daya kuda.
“Tenaga tetap, tetapi karena proses pembakaran lebih sempurna maka responsifitas mobil juga tinggi, tarikan lebih enteng,” kata Hendra.
Mobil yang bermesin dengan kompresi rendah perlu penyetelan ulang untuk menggunakan bahan bakar ini.
ARIF ARIANTO
Iklan