Mitsubishi Strada Triton HD-X (Arif Arianto/TEMPO)
Maklum, PT Krama Yudha Tiga Berlian Motor (KTB) dalam undangannya tak menyebut sedikitpun memberikan informasi. Panitia hanya mewanti-wanti 'dimohon membawa sepatu out bond dan pakaian ganti’. Saya bertanya ke salah seorang teman jurnalis yang duduk di sebelah saya. "Kita akan mencoba varian baru Strada Triton di medan off-road ekstrim," kata dia.
Tiba-tiba saya jadi meriang. Maklum, saya memiliki pengalaman kurang bagus dalam hal off-road. Sebab, dalam sebuah acara family off-road di Kalimantan beberapa waktu sebelumnya, mobil yang saya tumpangi terguling di kubangan yang cukup dalam. Beruntung saya tak cidera sedikit pun.
Lantaran trauma, ketika acara tes drive di Palm Hills Sepinggan, Samarinda, Kalimantan Timur, dimulai dan panitia membagikan brosur yang berisi spesifikasi mobil, saya segera menyambarnya. Satu persatu penjelasan saya baca. Perasaan saya plong. Ternyata, mobil ini dilengkapi sederet fitur yang cukup mumpuni untuk medan off-road.
Sistem penggerak roda 4x4 misalnya dilengkapi fitur Easy Select 4WD Shift on-the-fly. Pengoperasiannya tak perlu harus menghentikan mobil.
Rizwan Alamsjah, Direktur Pemasaran PT KTB menjelaskan Strada Triton HD-X ini mengusung mesin disel 4M40 berkapasitas 2.800 cc tanpa turbo. Tenaga yang disemburkan mesin itu mencapai 97 PS dan torsi 22 kgm.
Dibandingkan pesaing lain di segmen ini macam Toyota Hilux, Ford Ranger, Isuzu D-Max, atau Mazda BT-50 tenaga maksimal Strada Triton memang lebih kecil. "Tapi cukup mumpuni, silahkan membuktikannya," ujar Rizwan.
"Mesin ini tidak menggunakan turbo, kebutuhan pertambangan maupun perkebunan adalah torsi yang besar dengan putaran bawah mesin yang lebih responsif. Sedangkan turbo baru didapat pada putaran mesin menengah," jelas Rizwan.
Perkenalan medanpun dimulai. Saya sengaja duduk di bangku belakang, dengan harapan bisa merasakan seperti apa keunggulan suspensi, torsi dan handling mobil, serta semburan tenaga kala mobil melibas medan tersebut.
"Tenang bro, meski lintasan ini seperti bubur dengan tanjakan dan turunan bersudut 45 derajat, tetapi mobil ini aman," terang Reza HP, instruktur dari Java Adventure yang mendampingi saya.
Ucapan Reza tak meleset seinci pun. Rintangan berupa kubangan air, jalan menurun bersudut 45 derajat, tikungan hampir 90 derajat, dengan gampang dilahap.
Entah karena kepiawaian Reza atau kecanggihan mobilnya, atau mungkin dua-duanya, lintasan off-road ekstrim sepanjang 900 meter itu terasa sangat singkat kami lalui. Sayapun penasaran untuk mencobanya.
Beberapa saat sebelum menginjak pedal gas, Reza mewanti-wanti. "Ingat bro, di lintasan menurun nggak usah di gas, dan ikuti track yang ada, jangan lupa mainkan setir seperlunya."
Benar saja, di lintasan menurun yang licin pedal gas saya lepas. Mobil merayap dengan lancar menyusur track yang ada. Torsi dari mesin sangat terasa terdistribusi dengan baik dan tenaga masih terasa garang di putaran mesin bawah.
Begitupun kala mobil menanjak dan langsung berbelok dengan sudut hampir 90 derajat. Saya tak perlu bersusah payah bereksperimen dengan menginjak pedal gas terlalu dalam, tetapi hanya secukupnya.
Semburan tenaga seolah tak tercekat meski beralih dari putaran mesin bawah ke putaran atas. Disitulah saya memahami, mengapa mobil itu dirancang tak menggunakan turbo, karena menghindari terjadinya turbo lag.
Hal lain yang saya rasakan adalah tingkat suspensi dan stabilitasnya yang patut diakui kualitasnya. Strada Triton HD-X menggunakan per lima daun dan double action. Peranti penyalur traksi keempat roda secara merata yang disebut M-Locker. Sedangkan, untuk menjaga kestabilan saat melibas lintasan berkontur gelombang peranti Limited Slip Differential berfungsi secara optimal.
Lintasan berlumpur licin -- lebih tepatnya bubur lumpur -- tak jadi soal serius. Berkat ban jenis mud terrain (MT) berukuran 245/75 yang memang dirancang khusus untuk jalanan berlumpur, Strada Triton mampu menaklukan kubangan lumpur yang merupakan ciri khas area pertambangan.
Hanya, ada sedikit yang membuat saya agak kurang sreg yaitu fitur hiburan di kabin yang terbilang minim. Namun, ganjalan itu segera sirna saat saya tersadar bahwa pikap dengan banderol Rp 268 juta (off the road) itu memang diposisikan sebagai kendaraan operasional di area pertambangan.
Tentu, akan berbeda bila mobil itu menyasar kalangan pehobi yang menonjolkan unsur fashion sebuah mobil. Belum usai lamunan saya, rekan Reza HP sang instruktur, menghampiri saya sambil bertanya tentang kesan saya. "Mantap, saya ingin mencobanya lagi, boleh?," jawab saya.
Ia hanya terbahak tak menjawab. Sayapun hanya menebak-bebak apakah dia tahu kalau rasa trauma saya terhadap off-road telah sirna?
ARIF ARIANTO (BALIKPAPAN)