Ilustrasi jalan tol. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Petaka maut terjadi di jalan bebas hambatan alias jalan tol. Lima jam selepas pergantian tahun, sebuah sport utility vehicle BMW X5 menubruk minibus Daihatsu Luxio di kilometer 3,35 jalan tol Jagorawi, Cawang, Jakarta Timur.
Mobil mewah yang dikendarai Rasyid Rajasa, putra bungsu Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, melontarkan Luxio itu sejauh 50 meter sehingga lima penumpangnya berhamburan. Dua di antaranya tewas seketika. Polisi menyatakan kecelakaan itu terjadi karena Rasyid mengantuk.
Masih di jalan tol Jagorawi, kecelakaan dahsyat terjadi pada 6 April 2012. Sekitar pukul 03.00, sebuah truk pasir yang melaju kencang menabrak para pekerja yang tengah mengaspal jalan di kilometer 3.600 Taman Mini Indonesia Indah. Akibat sopir yang mengantuk, lima nyawa harus melayang saat itu.
Dua kasus itu menjadi gambaran betapa jalan tol telah menjadi killing field bagi para penggunanya. Selain bebas hambatan, jalan tersebut sarat ancaman maut. Data PT Jasa Marga (persero) menyebutkan, sepanjang 2012, terjadi 1.465 kecelakaan yang menewaskan 122 orang.
Kondisi fisik, kelalaian, dan kurangnya keterampilan pengemudi menjadi unsur utama penyebab kecelakaan. Menurut juru bicara Jasa Marga, Wasta Gunadi, proporsi kesalahan pengemudi mencapai 79,1 persen pada 2012. "Sebagian besar karena kurang terampil dan mengantuk," kata dia kepada Tempo, Kamis lalu.
Selain kurang terampil, mantan pembalap nasional Alex Asmasoebrata mengatakan, para pengendara sering tidak siap mental saat mengemudi di jalan tol. Dia mencontohkan banyaknya pengendara yang panik kala mobil mereka terkena masalah di tengah jalan.
Karena panik, mereka tidak terpikir untuk menepi seaman mungkin. Pengemudi lupa menyalakan lampu sen dan secara mendadak menyetop laju kendaraan. Tabrakan beruntun pun terjadi. "Jika tidak panik, dia bisa menepi dengan mengurangi laju mobil secara bertahap," ujarnya.
Kecepatan pun kerap menjadi perkara. Menurut Alex, banyak orang yang tak memahami laju ideal kendaraan di setiap lajur jalan tol. Agar aman, dia mengatakan, seharusnya pengendara di lajur kiri melaju dengan kecepatan 60-80 kilometer per jam. Sedangkan untuk lajur kanan atau jalur cepat wajib melesat dengan kecepatan minimal 120 kilometer per jam. "Saya kerap melihat pengemudi tidak disiplin, berjalan lambat atau cepat di jalur yang tidak tepat," katanya.
Hal lain yang disoroti pereli nasional Subhan Aksa adalah sopan santun berlalu lintas. Menurut dia, saat melaju dengan kecepatan tinggi, kebanyakan pengemudi cenderung menyalip kendaraan lain seenaknya. Mereka tidak memperhatikan kendaraan di belakangnya serta tidak menjaga jarak minimal. "Akibatnya, mereka kehilangan kesempatan untuk bereaksi jika mobil lain mendapat masalah," ujarnya.
Menjaga keselamatan memang bukan hal mudah, tapi juga tak sulit jika kita disiplin dan mengetahui caranya. Karena itu, sebelum ngebut di jalan bebas hambatan, cobalah berpikir kembali, apakah kita sudah siap? Lihat berita-berita kecelakaan lalu lintas.
FERY FIRMANSYAH | ANANDA TERESIA