Mobil murah milik Astra Daihatsu Motor (ADM), Astra Daihatsu Ayla dengan tipe GT saat diperkenalkan di Indonesia International Motor Show (IIMS) 2013, Jakarta, (24/9). TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berniat mengevaluasi program mobil murah dan ramah lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC) karena dinilai belum efektif mengurangi konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi. Pada akhir pekan ketiga Maret 2014, Menteri Keuangan Chatib Basri mengirimkan surat kepada Kementerian Perindustrian untuk meninjau efektivitas penggunaan bahan bakar nonsubsidi dalam program tersebut.
"Saya concern pada masalah subsidi bahan bakar. Kami berharap LCGC mengkonsumsi BBM nonsubsidi," katanya.
Namun Chatib tidak menjawab dengan tegas saat ditanya soal pencabutan program LCGC jika hasil evaluasinya menyatakan mobil murah itu masih menyebabkan pembengkakan subsidi. Dia hanya mengatakan keputusannya harus dibahas bersama Kementerian Perindustrian. "Mereka yang lead, jadi harus dilihat dulu apa langkah yang sebaiknya dilakukan," ujarnya. (Baca: 2019, Mobil Murah Wajib Seratus Persen Komponen Lokal).
Program LCGC diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau. Melalui program tersebut, produsen mobil murah mendapatkan fasilitas berupa keringanan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM). (Baca: Bebas Pajak, Mobil Murah Bisa Genjot Pasar ASEAN).
Namun ada spesifikasi khusus dalam mobil tersebut yang harus dipenuhi, yakni kapasitas mesin sekitar 980-1.200 cc, konsumsi bahan bakar paling sedikit 20 kilometer per liter, dan menggunakan merek Indonesia. Selain itu, mobil yang masuk skema LCGC diharapkan mengkonsumsi bahan bakar nonsubsidi.
Saat ini ada beberapa merek mobil yang masuk skema LCGC. Yang sudah beredar di pasaran adalah Astra Daihatsu Ayla, Astra Toyota Agya, Suzuki Karimun Wagon-R, dan Honda Brio Satya. (Baca juga: Porsi Ekspor LCGC Ditambah hingga 30 Persen).
Alih-alih menghemat konsumsi bahan bakar bersubsidi, maraknya penjualan mobil murah ini ditengarai membuat kuota subsidi kembali membengkak. Dalam penelitian yang dipublikasikan Selasa, 18 Maret 2014, Bank Dunia menyatakan belanja subsidi energi Indonesia akan melampaui batas yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014.
Bank Dunia memperkirakan pada 2014 belanja subsidi Indonesia akan mencapai 2,6 persen dari produk domestik bruto. Proporsi belanja subsidi ini lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 2,2 persen.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Berita TerpopulerSindir Jokowi Lagi, Prabowo: Kau Pembohong, Maling Video Ical-Duo Zalianty Diambil Sekitar 2010-2011 Mega Beberkan Alasannya Pilih Jokowi Jokowi: Saya itu Ndeso, Miskin Koneksi Kisah Baterai Lithium dan 4 Ton Manggis di Bagasi MH370