Volkswagen / VW. REUTERS/Larry Downing
TEMPO.CO, Jakarta - Skandal manipulasi tes emisi pabrikan otomotif asal Jerman, Volkswagen (VW), yang seminggu terakhir menjadi pembicaraan hangat para pelaku industri otomotif dunia, mendorong analis tersohor forum Topgear.com, Paul Horrel, berkomentar. Menurut Horrel, kejadian ini sebenarnya masih tergolong umum terjadi dalam proses pengujian produk otomotif.
“Volkswagen sudah memberikan pengakuan bahwa sekitar 11 juta mobil mereka yang terdistribusi ke seluruh dunia menggunakan komponen sejenis. Semuanya tentu berpotensi memanipulasi angka pengujian emisi,” ujarnya seperti dikutip dari kanal berita Topgear.com, pekan lalu.
Paul menjelaskan, mesin diesel katup-16 dengan kode EA 189 digunakan pada produk kendaraan VW, Audi, Seat, dan Skoda. Dalam kasus VW, konsumsi emisi CO2 pada kendaraan dengan mesin tersebut lebih besar kenyataannya dari angka yang tertera saat pengujian. Tes emisi Amerika selalu menuntut standar tingkat oksida yang lebih rendah dari nitrogen (NOx). Pada sebuah tes mobil diesel, mesin hanya diperbolehkan mengkonsumsi 0,25 gram per kilometer NOx.
Menurut Paul, gas CO2 (karbon dioksida) adalah gas utama yang berpengaruh pada perubahan iklim buatan manusia. Jika jumlahnya terlalu banyak dan penyebarannya di atmosfer semakin meluas, kemampuan planet untuk memancarkan panas akan berkurang.
NOx adalah oksida nitrogen. NOx berpotensi menyatu dengan polutan udara lain dan menyebabkan timbulnya senyawa yang dapat merusak sistem pernapasan manusia, terutama anak-anak, lansia, dan penderita asma. Hal ini terkait erat dengan peraturan Smogs LA yang menjadi alasan dilakukannya kontrol emisi yang diperkenalkan Amerika Serikat pada tahun 1970-an.
“Kecurangan VW terjadi saat konfigurasi mesin produk mereka bisa melewati uji emisi, padahal penggunaannya di luar cenderung menghasilkan NOx dalam jumlah besar—yang angkanya berbeda dengan yang dilihat saat tes,” kata Paul.
YOHANES PASKALIS