Amelia Tjandra, Direktur Pemasaran PT Astra Daihatsu Motor. swa.co.id
TEMPO.CO, Jakarta - Kisah sukses Toyota Calya dan Daihatsu Sigra menarik untuk disimak, terutama rahasia dapur suksesnya. Dari target penjualan 3 ribu unit per bulan, PT Astra Daihatsu Motor (ADM) mempu melego Daihatsu Sigra hingga 5 ribu.
Menurut Direktur ADM Pemasaran Amelia Tjandra, Daihatsu selalu membuat produk yang cocok dengan kondisi Indonesia yang akhirnya juga mampu menembus pasar ekspor. Dia mencontohkan keberhasilan dalam penjualan Daihatsu Xenia, saudara kembar Toyota Avanza.
“Xenia, misalnya, dibuat dari hasil riset pasar Indonesia," katanya.
Baca: Mobil Pedesaan Diproduksi di Bengkel Karoseri Lokal
Amelia menjelaskan, mobil-mobil Daihatsu sudah dites di 24 jenis jalan di Indonesia, termasuk Xenia. Produk dari luar, belum tentu cocok untuk pasar Indonesia. "Waktu keluar pertama kali, Xenia laris-manis hingga inden delapan bulan.” katanya.
Simak: Nissan Tukar Mobil Lama Jadi Baru
Menurut dia, Sigra sukses menganggu ketenangan pasar low cost green car (LCGC) Datsun Go+, yang sebelumnya mendominasi. Pangsa pasar Datsun Go+ merosot tajam, hanya tinggal 4 persen, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
Penjualan Datsun Go+ turun drastis dari 1.800 unit perbulan menjadi 400 unit perbulan. Sigra nangkring di posisi kedua setelah Calya. Sejak mengaspal Agustus 2016, penjualan Sigra hingga Oktober mencapai 18.716 unit. “Sigra diluncurkan mirip Xenia dan Avanza yang harganya kini paling murah Rp 150 juta," ucap Amelia.
Lihat: Yamaha Pakai All New R15 untuk Geser Honda CBR 150R
Dia menerangkan, Xenia dan Avanza dirilis pada 2004 untuk menggantikan pasar Toyota Kijang. Waktu itu, harga Kijang sudah gila-gilaan, dari Rp 60 juta naik menjadi Rp 180 juta. Menurut riset, pasar Indonesia suka mobil 7-sitter. Harga jual Xenia dan Avanza kala pertama keluar Rp 70-an juta. Harga itu memenuhi kebutuhan pasar.
Riset di Daihatsu dilakukan setiap tahun untuk memahami kebutuhan pasar. Dalam membuat produk yang bagus, harus didukung riset pasar yang detil dan jelas. Setiap tahun, perseroan melakukan riset pasar dua kali di lima kota. Head CS & Value Chain Division Daihatsu, riset dibuat untuk melihat profil pasar, meliputi salah satunya penggunaan mobil.
Riset lainnya adalah soal profil pembeli, cara pemakaian, dia mau pakai mobil berapa lama, apa pertimbangan membeli mobil, apa yang akan dibeli nantinya dan sebagainya. Dari sana terlihat bagaimana gambaran pasar Indonesia. Daihatsu juga meminta tangggapan masyarakat tentang mobil-mobil di luar negeri. Hasil riset itu akan memperlihatkan mana yang potensial untuk pasar Indonesia.
Hasilnya, Amelia melanjutkan, orang Indonesia memilih mobil dengan pertimbangan harga terjangkau, irit bahan bakar, dan model bagus. Mereka tidak akan mau membeli walaupun harganya murah kalau modelnya tidak bagus.
Kapasitas 7 penumpang juga jadi pertimbangan utama karena suka bepergian bersama keluarga besar. Harga juga menjadi pertimbangan utama. Kuncinya, volume harus memenuhi skala ekonomi karena untuk membuat produk baru minimal membutuhkan investasi Rp 2 triliun. Jika volume tidak memenuhi, tentu harga per unit bakal mahal.
Amelia mensyukuri kelompok Daihatsu Toyota yang bersama mennjual produk sehingga volume tercapai untuk menekan harga. Perusahaan juga memakai less material sehingga yang tidak perlu, tidak usah dibuat.
Itu sebabnya, dari semula direncanakan lima proses akhirnya dikurangi menjadi 2-3 proses. Amelia mencontohkan, jumlah sambungan bodi dikurangi karena itu membutuhkan material lebih banyak. Proses produksi lebih cepat dan kualitas juga lebih baik karena dempul tidak banyak.
Karyawan Daihatsu terbukti efisien dalam bekerja. "Pabrik Daihatsu Indonesia paling efisien sedunia, kelas atas di grup pabrik Toyota Global,” ucap Amelia.
SWA