Model mengisikan listrik ke mobil keluaran terbaru Volvo, Volvo D6 AWD Plug-in-Hybrid R-Design dalam AMI Auto Show di Leipzig, Jerman, (30/5). (Photo by Jens Schlueter/Getty Images)
TEMPO.CO, Jakarta - Produsen kendaraan asal Swedia, Volvo, menyatakan tidak akan lagi mengembangkan mesin diesel karena nilai jualnya tak sebanding dengan biaya untuk mengurangi polusi. Kepala Eksekutif Volvo Hakan Samuelsson mengatakan standar antipolusi di berbagai negara semakin ketat dan produsen kendaraan harus mengembangkan teknologi yang lebih mahal demi menekan emisi gas berbahaya. "Dengan perspektif tersebut, kami tidak akan mengembangkan mesin diesel generasi terbaru," ucapnya, seperti dilansir Reuters, Rabu, 17 Mei 2017.
Samuelsson berujar, Volvo tetap memproduksi mesin diesel dan kendaraan bermesin diesel generasi terakhir yang diluncurkan pada 2013. Para teknisi Volvo, ujar dia, juga tetap berupaya mengembangkan fitur baru agar mesin tersebut sesuai dengan standar antipolusi di seluruh dunia, meski biayanya cukup mahal.
Baca: Empat Model Baru Volvo Segera Meluncur di Indonesia
Setelah menghentikan pengembangan mesin diesel, Volvo akan menanamkan modal untuk produksi mobil listrik dan mesin hibrida. Volvo berniat meluncurkan mobil listriknya pada 2019.
Menurut Samuelsson, peraturan emisi yang lebih ketat akan mengerek harga mobil bermesin diesel. Saking mahalnya, tutur dia, produsen akan sampai pada skala di mana pengembangan mesin hibrida dan motor listrik menjadi alternatif yang lebih menguntungkan. Untuk diketahui, produsen mobil Eropa dipaksa menurunkan emisi karbon dioksida dari 130 gram per kilometer menjadi 95 gram per km pada 2021. "Kondisi ini memaksa mereka untuk berinvestasi lebih banyak," katanya.
Simak: Garansindo Resmi Jadi ATPM Volvo
Hasil riset yang dilakukan Goldman Sachs menyebutkan regulasi batas emisi menambah biaya produksi mesin diesel sebesar US$ 325. Alhasil, disparitas harga jual mesin diesel dibanding mesin bensin bakal semakin lebar. Tanpa pengembangan teknologi baru saja, harga mesin diesel sudah lebih mahal dibanding mesin bensin. Kondisi ini yang kemudian memancing produsen mencurangi hasil uji emisi, seperti yang dilakukan Volkswagen atau VW tahun lalu.
Saat ini, populasi mobil bermesin diesel mencapai lebih dari 50 persen dari total kendaraan baru yang terdaftar di Eropa. Dengan kata lain, Eropa adalah pasar terbesar untuk mobil penumpang bermesin diesel. Tren ini berbeda dengan Asia, di mana mobil penumpang bermesin bensin lebih dominan. Mesin diesel di Asia kebanyakan dipakai kendaraan niaga atau mobil penumpang yang mementingkan performa tinggi. Volvo termasuk mobil yang digemari di Indonesia.
FERY FIRMANSYAH